Wednesday, August 6, 2014

Saat Mana Harus Diam, Saat Mana Harus Bicara



Bacaan : Markus 14:53-65

1. Pengadilan yang Subjektif

Yesus pada bacaan ini sudah memulai kisah – kisah kelam penyiksaan-Nya. Begitu ditangkap, ia langsung dibawa kepada Mahkamah Agama. Disana hal pertama yang dilakukan adalah mereka menjebak Yesus dengan tuduhan palsu. 
Sebetulnya secara prosedur penangkapan yang dilakukan cukup memiliki banyak kepincangan, karena mereka tidak memiliki bukti dan saksi yang kuat, sehingga secara sederhana bisa kita lihat penangkapan yang dilakukan atas dasar kebencian. 

Kisah ini mengajarkan kepada saya dan anda bahwa seringkali kita juga terlalu cepat mengadili seseorang tanpa disertai banyak saksi dan bukti. Bahkan terkadang kita terlalu cepat memberikan saknsi sosial hanya karena mendengar cerita orang lain. Kebencian terhadap kalangan tertentu membuat kita sangat cepat untuk menilai dia, apalagi memang sebelumnya mungkin ada pengalaman – pengalaman buruk yang kita temui baik bersamanya ataupun orang lain yang terkait dengannya.

Untuk itu sebelum saya memberikan masukan kepada semua teman – teman, saya pribadi terlebih dahulu mengoreksi diri saya. Saya akui bahwa saya juga seringkali terlalu cepat menjustivikasi kebenaran dan kesalahan secara subjektif. Dan melalui perenungan ini saya belajar untuk tidak melihat kebenaran dari sudut pandang saya, namun mau melihat dari sudut pandang yang berbeda. Tidak cepat – cepat mengambil keputusan bahwa mereka yang salah, namun mau melihat jangan sampai saya yang salah. Sungguh sebuah makna yang luar biasa yang Tuhan mau nyatakan pada saya pagi ini.

2. Belajar dari sikap Yesus

a) Berdiam diri

Apabila kita melihat sikap Yesus dalam bacaan ini, saya melihat bahwa ada beberapa sikap yang Yesus lakukan. Pertama, berdiam diri. Yesus sama sekali tidak memberikan jawab terhadap berbagai tuduhan yang dihadapkan kepada-Nya. Yesus tahu bahwa andai Ia memberikan jawaban pastinya perdebatan akan terus berkepanjangan. 

Terkait aksi diam yang dilakukan oleh Yesus, saya tertarik dengan sebuah ayat dalam Amsal 9:8 “Janganlah mengecam seorang pencemooh, supaya engkau jangan dibencinya, kecamlah orang bijak, maka engkau akan dikasihinya”. Yesus mungkin paham bahwa apabila Ia mengecam orang – orang yang mencemoohkan Dia maka perdebatan akan menjadi panjang, sehingga Ia memilih untuk berdiam diri.

Ada saat dimana kita harus berdiam diri dan mendiamkan orang – orang yang mencemoohkan kita. Itu adalah langkah yang bijak. 

Joyce Meyer dalam tulisannya pada buku Mengelola Emosi Anda mengingatkan saya akan berdiam diri. “Orang tidak akan mengambil harga diri anda ketika anda berdiam diri dan tidak memberikan balas terhadap semua tuduhan terhadap anda”. 
Saya akui bahwa terkadang atas dasar gengsi dan harga diri, seringkali saya membela reputasi dengan mengeluarkan berbagai steatmen – steatmen untuk membela diri. 

Begitu juga dengan kehidupan anda, mungkin anda juga sering melakukannya. Namun belajar dari sikap Yesus dan pernyataan Joyce Meyer, bahwa harga diri kita masih tetap ada pada kita sekalipun kita memilih untuk berdiam. Sebaliknya di balik aksi diam itu tersimpan kekuatan yang besar. 

b) Memberikan jawab

Walaupun Yesus awalnya berdiam diri, namun akhirnya Ia bersuara juga. Bahkan atas jawaban-Nya itu malah seolah menjebak Dia. Tapi saya melihat bahwa sebetulnya Yesus bisa saja terus menutup mulut dan akhirnya dilepaskan, namun Ia tidak mau melakukan hal itu. Ia tahu kapan saat yang tepat untuk berbicara. Dan kelihatannya memang Ia sengaja untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu sehingga genaplah semua yang dinubuatkan tentang Dia.

Sebetulnya kalau pilih untuk aman, Yesus juga tidak memberi balas. Namun bukan itu yang Yesus cari. Yang Ia inginkan adalah kebenaran dan fakta harus diungkapkan. Kalau pada penjelasan awal, ada saat dimana kita harus diam, namun pada pelajaran kedua ini saya belajar bahwa kalau itu menyangkut sebuah kebenaran, saya juga harus berani untuk menyatakannya. Kiranya anda juga demikian. 

No comments:

Post a Comment